Selamat Malam......Salam hangat buat rekan-rekan sekalian, berikut kabar mengenai masalah yang menjadi dilema di dunia pendidikan dimana di mana di sektor pendidikan rentan terjadi praktek penggelapan dana oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, berikut ulasannya
Praktik penggelapan dan markup (penggelembungan anggaran) merupakan modus korupsi terbanyak yang terjadi pada sektor pendidikan di Indonesia, khususnya di Aceh. Sedangkan dari dana yang kebanyakan disunat koruptor, antara lain, Dana Alokasi Khusus (DAK), dana prasarana dan sarana, serta Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Tren ini terlihat sejak 2006-2015.
Itulah antara lain temuan LSM Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA). Menurut kedua LSM itu, banyaknya modus korupsi yang dilakukan dengan cara penggelapan dan markup disebabkan longgarnya pengawasan dalam pelaksanaan pembangunan di Aceh. “Catatan selama ini, kebanyakan tersangka pelaku korupsi itu berasal dari pegawai dinas pendidikan, pihak swasta (kontraktor), serta kadis Pendidikan (kabupaten/kota dan provinsi),” ungkap aktivis antikorupsi tepat sehari menjelang peringatan Hari Pendidikan Daerah (Hardikda) Aceh, 2 September 2016.
Sehubungan dengan kondisi itu, wakil rakyat di daerah didorong untuk meningkatkan fungsi dan perannya dalam pengawasan rencana program maupun monitoring dan evaluasi. Selain itu, untuk mencegah terulangnya korupsi, maka dalam setiap belanja ataupun pengeluaran, pemerintah wajib menerapkan sistem transaksi nontunai.
Menanggapi temuan itu, Kadisdik Aceh, Drs Hasanuddin Darjo MM mengatakan, “Kami dari Dinas Pendidikan Aceh sudah berusaha untuk efektif, tentu saja masih ada kekurangan dan ketidaktahuan. Kalau masih ada kesengajaan, itu di luar konsep yang saya tawarkan.”
Anggaran Pendidikan Aceh tahun 2016 mencapai Rp 731 miliar. Jumlah tersebut mencakup pembiayaan Lembaga Peningkatan Sumber Daya Manusia (LPSDM) Aceh, gaji guru daerah terpencil, gaji guru baca tulis Alquran, dan untuk pembangunan prasarana dan sarana pendidikan dan lain-lain.
Ada juga dana BOS yang ditransfer dari pusat Rp 600-800 miliar per tahun untuk setiap sekolah di Aceh. Ditambah lagi DAK yang juga ditransfer ke setiap kabupaten/kota untuk biaya pendidikan.
Darjo mengatakan, dana yang besar tersebut tentulah membutuhkan pengawasan yang baik agar tidak diselewengkan. Antara perencanaan, pelaksanaan, dan pengawas, harus menyatu. “Pengawasan dari masyarakat dan pemerintah harus bersatu padu dalam melihat dunia pendidikan,” imbuhnya.
Ya, kita memang sangat prihatin. Sebab, tingginya tingkat korupsi pada sektor Pendidikan sudah pasti menjadi hambatan peningkatan kualitas Pendidikan di daerah ini. Bukan cuma itu, beban langsung yang dirasakan masyarakat akibat banyak korupsi sektor Pendidikan adalah banyak sekolah yang diam-diam memungut macam-macam biaya dari siswa atau orangtua siswa guna mencukupi biaya kebutuhan sekolah.
Jadi, lagi-lagi karena lemahnya pengawasan dari Pusat hingga ke daerah mengakibatkan dana segar yang digelontorkan untuk sektor Pendidikan banyak yang “dimakan tikus” sehingga tak sampai ke tujuan sebanyak diharapkan.
Lebih menyakitkan lagi, sebagaimana dikungkap LSM tadi, “tikus-tikus” itu adalah oknum-oknum pejabat dinas Pendidikan yang bersekongkol dengan kontraktor. Jadi, benar-benar “pagar makan tanaman”. Lebih parah lagi, ada juga oknum pengawas internal dan eksternal terkadang menjadi bagian dari kejahatan itu. Masya Allah!
Sumber : aceh.tribunnews.com
Sekian berita mengenai seputar pendidikan kali ini, semoga bermanfaat dan menambah referensi rekan-rekan, dan terima kasih atas kunjungannya..... selamat malam.
LIKE & SHARE
0 Response to "Miris...!!! Korupsi Dana Pendidikan, Kapan Bisa Diberantas?"
Post a Comment